Cerpen

SEMBUNYI DI BALIK RASA

 Arum sang petualang. hahaha ...
Petualangan sepertinya harus dimulai kembali. Esok kan menjadi hari yang hebat untuk berkumpul dengan orang-orang yang hebat. Gerimisnya hujan tak mengurung niatku untuk untuk tetap berangkat menuju medan kegiatan. Tepatnya pukul 17.00, ku langkahkan kaki ini dari rumah kos yang selama ini menjadi tempatku berlindung. Menunggu bus di hal te pun menjadi kegelisahanku sore itu. Rasa takut kemalaman di jalan tiba-tiba menghantui. Tapi aku pikir semua itu hanya hal kecil. Semangat ini jauh besar daripada rasa takut tak jelas yang telah ada. Lebih dari 2 jam aku pun sampai tempat dimana esok kan menjadi tempatku bersanding dengan mereka yang hebat.

Entah aku yang terlalu liar atau memang seharusnya seperti ini. Tak ada sedikitpun rasa takut ketika diri ini tak memiliki tempat untuk bermalam. Sebuah ruang dengan lebar sekitar 3x6 meter pun menjadi pilihan. Bersama mereka yang hebat, ku putuskan untuk menjadikan basecamp kepanitiaan sebagai tempat untuk bermalam. Hmmmm, aku tak percaya kalau keberanian ini lebih besar daripada kecewasan yang seharusnya lebih aku utamakan di malam itu. Kebersamaan dan kekeluargaan telah menutup perasaan negatifku sebagai seorang wanita. Yach, ... kami harus tidur di ruang tanpa batas antara laki-laki dan perempuan. Tapi bersyukurnya aku ketika bukan aku saja wanita yang ada di malam itu. Jadi ku tak perlu ragu untuk bermalam disana.
Astaghfirullohaladziiim, ... kulihat jam di tanganku yang sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aku baru teringat kalau aku belum menunaikan ibadah sholat Isya. Aku pun beranjak menuju mushola di antara teman-teman yang saat itu masih bercengkerama membicarakan kegiatan esok. Tiba-tiba ada yang memanggilku "Rum, ..." sebut saja namanya Dimas. Dia adalah salah satu mahasiswa ternama di kampusku. Banyak sekali gadis-gadis yang terkagum-kagum terhadapnya. Belum sempat ku menjawab, dia menyambung kata-katanya dengan berjalan mendekatiku "Mau kemana?"
"sholat mas" jawabku singkat
 "Yuk bareng" katanya kepadaku
Akhirnya aku pun menjadi makmum dari sholat Isya' nya. Subhanallah, rasa apa ini? Tiba-tiba ada sedikit kegelisahan yang datang. Tapi aku sendiri belum tau rasa apa itu. Biarlah ... ku anggap ini hanya rasa nyaman seusai sholat yang memang Allah selalu berikan kepadaku. Seusai sholat, kami pun sedikit berdiskusi kecil terkait kegiatan yang esok akan kami jalani. Namun sepertinya kan menjadi berbeda. Tanpa disadari diskusi ini semakin jauh, jauh dan jauh hingga keluar dari pembahasan awal.
Mas Dimas mempertanyakan soal mas Eka kepadaku. Hmmm, ... Mas Eka adalah sahabat dekat mas Dimas yang akhir-akhir ini cukup sering memberikan perhatian ke aku. Pembicaraan mas Dimas pun lagi-lagi mengarah kepada Eka Eka dan Eka. Hingga tanpa kami sadari tiba-tiba seseorang dengan helm putih dengan motor bebeknya lewat di depan kami tanpa memberi salam atau sekedar membunyikan klakson.
"Waduh Nduk, itu tadi kan Eka ... Aku jadi tak enak dengan dia"
Perasaan ini semakin tak enak saja. Aku takut keberadaanku malam ini akan merenggangkan hubungan mas Dimas dan mas Eka. Diskusi ini terputus ketika jam sudah menunjukkan pukul 24.00. Kami harus mengumpulkan tenaga untuk kegiatan esok. Layaknya ikan pindang yang berjejer di pasar. Teman-teman pun sudah tertidur pulas ketika kami kembali ke basecamp. Terpaksa kami harus menempati celah yang saat itu masih tersisa. Tepat di kananku dia merebahkan badannya. Tak lama setelah itu, ku amati ia telah tertidur lelap. Wajahnya mengatakan kalau ia sangat capek menjalani hari itu. Sedikit ku bagi selimut ini kepadanya. Tak tega hati ini melihat dia yang terbungkam oleh dinginnya malam itu.

Beberapa jam kemudian aku harus terbangun dari tidurku. Dada ini terasa sesak dan panas. Belum pernah aku merasakan hal seperti ini. Aku pun mencoba duduk dan mencari minyak kayu putih yang ku harap dapat membantuku. Dingin ... dingin ... sesak ... itu yang ku rasa. Eluh ini pun menetes ketika nafas yang begitu penting tiba-tiba harus sulit kulakukan. Ku coba melihat ke arah Dira yang sejak sore sudah tertidur. Namun aku tak cukup tega untuk membangunkannya. Hingga ku balikkan arahku ke tempat mas Dimas tidur. Ku sentuh tangannya di malam itu. Namun bunga tidur sepertinya memang lebih haus dibandingkan aroma minyak kayu putih yang kugunakan malam itu. Aku pun menyerah dan ku coba untuk menenangkan diri hingga akhirnya aku tertidur. Tak lebih satu jam setelah itu, aku pun membangunkan teman-teman yang ada di ruangan itu untuk menunaikan ibadah sholat Subuh bersama-sama.

Ini adalah hari yang kami nanti-nantikan. Hari kebersamaan dengan calon-calon pemimpin bangsa yang luar biasa. Ku habiskan akhir pekanku untuk bergabung dalam kepanitiaan kegiatan ini. Alhamdulillah setelah dua hari berjalan kegiatan ini pun usai dengan sangat memuaskan. Kepulangan peserta di siang ini telah menutup akhir cerita kegiatan itu. Namun sepertinya tidak denganku. Suara lembut di bekalangku itu cukup membuat mataku melek setelah semalaman tak tidur di ruangan ber AC namun sangat panas itu. "Mbak, katanya Bella mbak Arum itu pacarnya mas Dimas ya?"
Kaget hati ini mendengar semua itu. Bagaimana mungkin tiba-tiba jadi beredar gosip yang tidak jelas asalnya. Aku pun hanya menjawabnya dengan senyum sambil melihat mas Dimas yang duduk tidak jauh dariku.

Seminggu pun telah terlewati dan cerita tentang mas Dimas sudah tidak bergeming lagi di telingaku. Saat ini adalah hariku berjuang untuk sebuah amanah. Seperti biasanya mata ini sungguh sulit untuk dipejamkan. Bukan karena tak bisa tidur atau tak ada tempat untuk tidur. Namun satu ruangan yang akan kujadikan tempat kegiatan esok masih digunakan oleh orang lain. Persiapan belum sedikitpun kami lakukan dan kami harus menunggu. Lelah, gelisah, khawatir dan takut telah menjadi bagian yang tak terlepas dari diriku malam ini. Bersama teman-teman yang lain ku coba mengendorkan segenap beban yang menjadi bayang-bayangku. Tiba-tiba ponselku pun berdering. "Mas Dimas" ... nama itu yang muncul di layarku.
Hmmm ... ntah apa yang sebenarnya terjadi. Senyum simpul pun menghiasi bibir ini sebelum mengangkat telfon dari seseorang yang selama ini ku kagumi.
"Assalamu'alaikum mas ..." sapaku mengawali pembicaraan.
Hati ini tiba-tiba dag dig dug ketika harus bertukar cakap dengannya. Ku coba menutupi kegelisahanku dengan menjawab dengan lembut pertanyaan demi pertanyaan yang malam ini dia lemparkan kepadaku. Siapa yang menyangka, seseorang seperti mas Dimas bisa becanda melalui telfon seluler seperti ini. Teringat betul ketika dia berkata "Nduk, jaga kesehatan ya ... biar berat badannya nggak turun lagi"
Hmmm, rasa ini seakan tak terukur lagi. Malam yang sepi ini pula lah mungkin yang membuatku selalu teringat akan wajahnya yang kalem dan berwibawa. Tak lepas seperti orang bodoh, album demi album di facebook nya pun aku buka dan ku temukan salah satu foto dia zaman SMA.
Hahahahaha ... sumpah culun habis. Tawa ini tak dapat ku hindari. Bahkan foto-foto itu seakan menjadi pengobat lelahku selama beberapa hari ini.
 bersambung ...........